• UGM
  • IT Center
Universitas Gadjah Mada AGROFORESTRI KOPI
Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner
Sekolah Vokasi
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • TENTANG KAMI
  • ARTIKEL
  • KONTAK
  • Beranda
  • Uncategorized
Arsip:

Uncategorized

KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI KOPI

Uncategorized Wednesday, 12 September 2018

Kelembagaan merupakan salah satu faktor yang menjamin keberlangsungan suatu organisasi, salah satunya adalah kelompok tani. Jika diterapkan dengan baik, kebun kopi dapat memulihkan perekonomian masyarakat dan juga kondisi tanah. Dengan demikian, kondisi fungsi hutan yang membaik ini akan menghasilkan manfaat publik (public net benefit) yang relatif meningkat. Dalam jangka pendek dengan meningkatnya fungsi konservasi atau ekologis, fungsi ekonomi juga akan terus meningkat. Pannell et al (2006) mengembangkan instrumen kebijakan yang dapat dipilih untuk mengatasi perubahan manfaat bersih privat dan publik menjadi 5 jenis, yaitu insentif positif, insentif negatif (disinsentif), penyuluhan (extension), pengembangan teknologi, dan no action.

 

Kerangka Pendekatan untuk memilih instrumen pendanaan berdasarkan manfaat bersih publik dan manfaat bersih private untuk pengembangna program pro lingkungan (Sumber: Pannell, 2006)

Insentif positif adalah instrumen pendanaan yang bertujuan untuk mengubah kondisi status quo praktek penggunaan lahan yang tidak pro lingkungan menjadi menguntungkan secara ekologis. Instrumen ini diterapkan jika program yang dijalankan menghasilkan manfaat bersih publik yang tinggi tetapi berakibat pada manfaat bersih privat yang menurun. Pada kondisi di mana manfaat bersih publik tidak terlalu tinggi dan manfaat private juga rendah, maka instrument yang digunakan adalah pengembangan teknologi yang dapat meningkatkan produktifitas lahan (technology development). Sedangkan instrumen untuk menghambat praktek penggunaan lahan yang baik menjadi tidak ramah lingkungan dan hanya memberikan manfaat bersih privat yang tinggi disebut dengan insentif negatif (disinsentif). Jika sebuah program menghasilkan manfaat bersih publik yang tinggi dan juga manfaat bersih privat yang tinggi, maka dapat digunakan instrument extension (penyuluhan) termasuk di dalamnya alih fungsi teknologi, pelatihan, pendidikan dan peningkatan kesadaran lingkungan lainnya. Instrumen ini diterapkan jika program yang akan diadopsi punya daya tarik yang tinggi, terutama keuntungan ekonomi dan ekologis dan relative mudah diujicobakan. Berdasarkan kerangka tersebut, program SJB ini dapat diterapkan dengan mengadopsi bauran instrumen insentif positif, pengembangan teknologi yang mampu meningkatkan produktifitas lahan (technology development), dan penyuluhan (extension).

Terdapat tiga strategi kelembagaan yang diusulkan, yaitu:

  1. Memperkuat peran masyarakat dan industri kopi dalam melakukan konsolidasi sumber daya hutan dan percepatan proses penjualan di pasar.
  2. Memperkuat peran desa dalam mengembangkan tata ruang desa berkelanjutan sebagai upaya dalam pembagian peran tanaman kopi dengan tanaman lain.

Mendorong skema-skema Public-Private Partnership antara perusahaan – perusahaan kopi dengan pemerintah dan masyarakat untuk mendukung Implementasi tanaman kopi sebagai penunjang ekonomi dan ekologi.

BUDIDAYA KOPI

Uncategorized Wednesday, 12 September 2018

Gambar 1. Penampilan kopi robusta (atas) dan kopi arabica (bawah) [Sumber: Prastowo et al., 2010]

Kopi merupakan tanaman yang dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis, khususnya pada garis lintang 20°LU – 20°LS (Yahmadi, 2007). Menurut Ferry et al. (2015) curah hujan yang sesuai untuk tanaman kopi berkisar 1250 – 2500 mm per tahun dengan rata-rata bulan kering 1 – 3 bulan dan suhu 15°-25° C.

Terdapat dua varietas kopi yang banyak dikembangkan di Indonesia, yaitu kopi robusta dan arabika. Menurut Sutedja (2018) kopi robusta akan lebih produktif jika ditanam di daerah dataran rendah dengan ketinggian 400 – 800 mdpl, sedangkan kopi arabica lebih produktif jika ditanam di daerah dataran dengan ketinggian 800 – 1500 mdpl. Selain itu, Kopi robusta mempunyai ketahanan yang lebih tinggi terhadap penyakit karat daun yang disebabkan oleh jamur Hemileia vastatrix dibandingkan dengan kopi arabika.

Perbanyakan tanaman kopi dapat dilakukan secara generatif menggunakan biji maupun secara vegetif. Buah yang bijinya akan digunakan sebagai benih sebaiknya dipetik dari pohon dalam kondisi masak fisiologis yang ditandai dengan warna buah kuning atau merah (Ferry, et al. 20150. Metode perbanyakan vegetatif yang sering digunakan adalah stek batang dan penyambungan. Menurut (Prastowo et al., 2010) untuk penyetekan entres yang baik berumur 3-6 bulan, dengan kondisi yang masih hijau dan lentur. Entres yang digunakan sebaiknya berasal dari ruas 2-4 dari pucuk. Penyetekan kopi tidak langsung dilakukan di lapangan, tetapi dipelihara secara intensif dulu di persemaian. Bibit stek siap di tanam di lapangan setelah berumur ± 7 bulan. Untuk penyambungan, materi yang digunakan baik entres (bagian atas) maupun rootstock (bagian bawah) berumur 5-6 bulan dengan ukuran sebesar pensil.

Gambar 2. Hasil penyambungan (Sumber: Prastowo et al., 2010)

Dalam penanaman kopi, jarak tanam ditentukan berdasarkan kondisi kelerengan lahan. Untuk varietas robusta, pada lahan datar ditanam dengan jarak 2,5 m x 2,5 m atau 3,0 m x 2,0 m, sedangkan pada lahan miring 2,0 m x 2,5 m. Untuk varietas arabica, jarak tanam juga ditentukan oleh tipenya. Pada lahan datar, tipe katai ditanam dengan jarak 2,0 x 1,5 m sedangkan tipe jangkung 2,5 m x 2,5 m atau 3,0 m x 2,0 m. Pada lahan miring tipe katai ditanam dengan jarak 2,00 x 2,25 m, sedangkan untuk tipe jangkung 2,50 x 2,75 m.

Gambar 3. Tata tanam kopi pada lahan berkontur [Sumber: Ferry, et al. 2015]

 

Referensi

Ferry, Y.,  H. Supriadi, dan M. S. D. Ibrahim. 2015. Teknologi budi daya tanaman kopi aplikasi pada perkebunan rakyat. Indonesian Agency for Agricultural Research and Development (IAARD) Press. Jakarta.

Prastowo, B., E. Karmawati, Rubijo, Siswanto, C. Indrawanto, dan S. J. Munarso. 2010.

Sutedja, I. N.2018. Manajemen Peremajaan Tanaman Kopi Robusta pada Perkebunan Kopi Rakyat di Kecamatan Pupuan. Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Denpasar.

Yahmadi, M.2007. Rangkaian perkembangan dan permasalahan budidaya dan pengolahan kopi di Indonesia. Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia Jatim.

PERANAN TANAMAN KOPI DALAM KONSERVASI TANAH DAN AIR

Uncategorized Wednesday, 12 September 2018

Hamparan Kebun Bawang yang dulunya merupakan kebun kopi (Sumber : Mongabay)

Seperti yang kita tahu, kopi merupakan tanaman berkayu yang memiliki manfaat seperti pemberi oksigen, buahnya dapat dimanfaatkan untuk membuat kopi, dan kayunya juga dapat dimanfaatkan untuk mebel. Sedikit dari kita yang tahu bahwa tanaman kopi memiliki manfaat dari seperti tanaman hutan walaupun bisa dikatakan kopi adalah tanaman perkebunan. Manfaat yang bisa didapatkan dari tanaman kopi hampir sama dengan pohon penyusun hutan, terutama dari kayu dan buahnya. Beberapa permasalahan yang sering kita temui di daerah perbukitan adalah longsor. Salah satu metode yang digunakan untuk menanggulangi longsor adalah metode vegetatif. Menurut beberapa penelitian, vegetasi kopi memiliki peranan yang baik untuk permasalahan konservasi tanah dan air. Menurut Budiarso dan Wijaya (2004), sifat-sifat dari tanaman kopi yang dapat membantu untuk konservasi tanah dan air diantaranya :

  1. Tajuk berlapis-lapis (dengan pangkasan batang tunggal) dapat melindungi tanah dari tetesan air hujan langsung (rain drop impact) sehingga mencegah splas erosion.
  2. Tanaman pendek dengan sistem batang tunggal mengurangi energi potensial dari air hujan sehingga sementara akan tertahan sampai ke permukaan tanah.
  3. Tanaman kopi dapat dicampur dengan tanaman legume untuk membentuk suatu sistem agroforestri, sehingga akan ada banyak strata yang akan menghambat turunnya air hujan yang langsung menuju permukaan.
  4. Metode pengolahan pada tanaman kopi sejalan dengan prinsip pengelolaan pohon hutan, dimana ada pengaturan jarak tanam, penenaman arah kontur, pemangkasan, pemberian bahan organik, dan pembuatan rorak.

Kalau berbicara soal kopi, yang terbesit saat ini adalah ekonomi. Padahal dulu selain dianggap sebagai penghasil rupiah, kopi juga dianggap memiliki nilai konservasi. Contoh kasus yang diungkap dari artikel mongabay, di perbukitan Angngeraja hingga kaki Pegunungan Latimojong, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, pernah terhampar kebun kopi yang begitu luas. Akan tetapi kini kita tidak bisa lagi melihat kopi walaupun hanya sedikit. Semua hamparan kini sudah menjadi area bawang. Masyarakat Enrekang setiap tiga bulan sangat bergantung pada hasil bawang. Mulai awal oktober, sejauh mata memandang di Enrekang tidak terlihat lagi tanaman penaung, yang ada hanaya lahan terbuka dan bawang.

 

 

Referensi

https://www.mongabay.co.id/2019/11/02/melirik-kopi-jadi-tanaman-konservasi/ diakses pada Selasa 3 Maret 2020 Pukul 06.50 WIB.

Budidarsono, S dan Wijaya, S. 2004. Praktek Konservasi dalam Budidaya Kopi Robusta dan Keuntungan Petani. Agravita. 26 (1) : 126-138

Recent Posts

  • KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI KOPI
  • BUDIDAYA KOPI
  • PERANAN TANAMAN KOPI DALAM KONSERVASI TANAH DAN AIR
Universitas Gadjah Mada

Jln. Yacaranda, Gedung Sekip Unit 2 Lt. 1
Depok Sleman Yogyakarta, Indonesia, 55281
(0274) 556771
dep-thv.sv@ugm.ac.id

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY